Minggu, 24 Januari 2010

Bupati Tapteng Bohongi Masyarakat

Tokoh masyarakat asal Tapteng, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkis ( Gepenta) Brigjen Pol ( Purn) Parasian Simanungkalit SH MH menilai, Bupati Tapteng Drs Tuani Lumbantobing cenderung membohongi masyarakat, karena proyek pembangunan yang direncanakan banyak yang tidak terealisasi, bahkan tidak diketahui dengan jelas bagaimana nasibnya. Sekurang-kurangnya, terdapat 11 permasalahan yang perlu dipertanyakan, padahal cukup besar anggaran yang dikeluarkan untuk itu.

“Saya baru saja pulang dari Bona Pasogit, dan selama tiga hari berada di Tapteng dan Sibolga. Dalam perbincangan dengan masyarakat, mereka sangat kecewa dan menyampaikan keluhan yang pada intinya merasa dibohongi Bupati Tapteng, karena proyek pembangunan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Brigjen Pol (Purn) Parasian Simanungkalit SH MH kepada wartawan di Jakarta.

Berdasarkan masukan yang diperolehnya dari masyarakat, Parasian Simanungkalit berkesimpulan, bahwa masyarakat Tapteng menilai, selain banyak proyek pembangunan yang terbengkalai (putus di tengah jalan), banyak pula jalan-jalan yang tidak terpelihara dengan baik. Masyarakat menilai pembangunan yang dilakukan seakan semu dan bermasalah di beberapa tempat, sehingga kurang membawa hasil untuk menumbuhkan roda perekonomian. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tidak banyak peningkatan sebagaimana diharapkan, bahkan sebaliknya masih banyak jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Dewasa ini topik yang berkembang adalah adanya upaya Pemkab Tapteng, cq Bupati Drs Tuani Lumbantobing untuk “mencaplok” tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat dan kemudian diserahkan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit, milik orang-orang tertentu. Menurutnya, sekurang-kurangnya ada 11 masalah yang perlu dipertanyakan, padahal anggaran yang dikeluarkan untuk itu cukup besar.

Pertama, pembukaan jalan dari Poriaha ke Rampah. Tampaknya, hanya sepanjang 1 KM dari Poriaha dan 1 KM dari Sitahuis yang diperkeras, sementara di tengah jalannya menjadi kubangan. Artinya, jalan tersebut belum layak dilalui kendaraan, baik roda dua, apalagi roda empat. Padahal, pembangunan jalan itu dimulai pada awal Tuani Lumbantobing menjabat Bupati Tapteng periode pertama, sekitar 8 tahun lalu.

Kedua, patung Anugerah di Bonandolok. Awalnya dipertontonkan sebagai bangunan yang megah untuk melambangkan kesatuan bagi agama-agama yang ada di daerah itu, tetapi kini tidak jelas lagi nasibnya, bahkan cenderung diabaikan.

Ketiga, pembangunan asarama Haji di Pinangsori, yang cenderung ditelantarkan.

Keempat, jalan raya, perbatasan Taput dengan Tapteng sampai ke Jalan Padang Sidempuan serta jalan dari Sibolga ke Barus, keandaannya rusak parah karena tidak ada pemeliharaan.

Kelima, Bandara Ferdinan Lumbantobing ( Pinang Sori), yang didengung-dengungkan akan dibangun sehingga bisa didarati pesawat Boeing, tampaknya hanya isapan jempol semata.

Keenam, jalan pemotong dari Aek Tolong ke Aek Horsik Tukka, sampai sekarang belum rampung, sehingga ditengarai hanya sekedar impian.

Ketujuh, terminal di Jalan Tukka kondisinya terkatung-katung, karena hanya awalnya seakan serius, tetapi hingga kini belum ada realisasinya.

Kedelapan, pembangunan PLTU Labuhan Angin, yang disebut-sebut bangunan multi year, namun kelihatannya hanya sebagai angin sorga. Menjadi tanda tanya besar, kapan selesainya, karena hingga saat ini jalan menuju lokasi PLTU tersebut belum juga diperbaiki.

Kesembilan, tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat, walaupun telah diusahai masyarakat sejak lama (dahulu kala), ada indikasi akan diambil alih oleh pemerintah Kabupaten untuk kemudian diserahkan ke perusahaan kebun kelapa sawit.

Kesepuluh, tanah Yayasan Wajar Hidup seluas 500 Ha, di Muara Kolang, yang telah mendapat rekomendasi dari Bupati Tapteng sebelumnya, kini ada usaha-usaha untuk mengambil alih melalui anggota masyarakat dan kemudian diserahkan ke perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Kesebelas, kebun Karet masyarakat di Purbatua Kecamatan Barus Utara, yang telah dimiliki masyarakat sejak dulu, kini timbul masalah baru. Ketika bibit dibantu oleh Pastor Keuskupan Sibolga, Pastor Rantinus Manalu, malah diadukan oleh Kepala Dinas Kehutanan Tapteng ke Polda Sumut atas perintah atau sepengetahuan Bupati Tapteng Tuani Lumbantobing.

Jadi, kata Parasian Simanungkalit, masyarakat sangat heran dan bertanya apa dan bagaimana sesungguhnya upaya Bupati Tapteng untuk kepentingan masyarakat, sebab terlalu banyak masalah yang dimanipulir. Sebaiknya, masyarakat jangan ditutup-tutupi dengan kata-kata yang indah, padahal kenyataan jauh dari apa yang sebenarnya.

Dia khawatir, kalau semakin banyak masalah dikhawatirkan akan timbul gejolak yang tidak diinginkan dan tidak perlu. Sebagai tokoh masyarakat asal Tapteng, kata Parasian, sesungguhnya ada perasaan yang kurang enak pada dirinya untuk menyampaikan keluhan masyarakat tersebut, karena pada periode pertama dan kedua, pemilihan Bupati Tapteng dia termasuk pendukung Tuani Lumbantobing.

“Sekarang, kini memang ada rasa penyesalan mendukungnya” ujar Parasian sembari menghimbau masyarakat agar dalam Pilkada Tapteng mendatang hendaknya lebih selektif untuk memilih calon Bupati.

Dia juga berpendapat, tidaklah tepat terjadi semacam mempertahankan dinasti di daerah Tapteng, karena dikhawatirkan akan memperpanjang kesulitan atau penderitaan masyarakat.

Menurut Parasian, pada saat jabatan Bupati Tapteng diserahkan Panusunan Pasaribu kepada Tuani Lumbantobing sekitar delapan tahun lalu, hampir semua jalan-jalan di daerah itu masih bagus atau terpelihara dengan baik. Tetapi, selama kurun waktu beberapa tahun terakhir ini tampaknya tidak ada perbaikan atau pemeliharaan jalan dan tidak ada pembangunan baru yang signifikan. Artinya, pembangunan tidak sampai pada penyelesaian. Tidak jelas apakah pembangunanya direncanakan, dua tahun, tiga tahun atau lima tahun. Pembangunan jalan baru dari Poriaha ke Sorkam misalnya, sampai sekarang ini tidak layak pakai karena pembangunannya tidak dilanjutkan. Hanya awalnya saja menggebu-gebu, tetapi tidak ada kelanjutan.

Parasian Simanungkalit menyatakan, keluhan masyarakat yang diterimanya, semuanya akan disampaikan kepada DPRD Tapteng, dengan harapan bisa dipertanyatakan dalam kesempatan Rapat Kerja ( Raker) antara DPRD dengan Bupati Tapteng. Hanya saja dia masih berpikir, apakah masalah itu disampaikan kepada DPRD yang lama atau DPRD yang baru terpilih, yang hingga sekarang ini belum dilantik, walaupun sudah lama terpilih. Dalam surat yang akan disampaikan ke DPRD Tapteng, juga akan dipertanyakan mengapa pembangunan begitu sulit di daerah Kabupaten Tapteng. (sumber:SIB,18/1/2010, J1/d)

Minggu, 17 Januari 2010

Sisi Lain PT Nauli Sawit

Kehadiran investor PT Nauli Sawit di Tapanuli Tengah yang digembor-gemborkan akan mensejahterakan masyarakat Tapteng sepertinya mendapat jawaban saat ini. Di tempat dimana PT Nauli Sawit berada, masyarakat bukannya tambah sejahtera melainkan tambah miskin dan hidup dalam kecemasan dan ketakutan.

Pembunuhan Partahian Simanungkalit diduga kuat tersangkut dengan kehadiran PT Nauli Sawit di Tapanuli Tengah. Menurut Ibu Bondar istri almarhum Partahian Simanungkalit, suaminya terbunuh secara mengenaskan di kebun sawit PT Nauli Sawit.

Pembunuhan itu sendiri ditenggarai terjadi karena Partahian Simanungkalit tidak mau memberikan tanahnya ke PT Nauli Sawit. "Almarhum suami saya  minta supaya tanah kami yang diserobot PT Nauli Sawit diberi ganti rugi 20 juta rupiah" ungkap ibu Bondar. Tetapi diakuinya sampai saat ini tanah itu belum juga mendapat ganti rugi.

Karena mereka tak punya penghidupan lain lagi, Mei 2009 yang lalu dua anak almarhum Partahian bersama beberapa orang lain mengambil Sawit dilahan mereka yang diserobot PT Nauli Sawit tanpa ganti rugi.

Akan tetapi aparat berwajib menangkap mereka dan menuduh mereka mencuri. Menurut pengakuan ibu Bondar, pada saat itu dua orang Brimob langsung menyiksa dua anaknya. "Sekarang kedua anak saya sudah dipenjara" ibu Bondar sedih. Pada saat datang ke pengadilan anak saya merangkap karena tak bisa jalan. "Dia disiksa polisi" kata ibu yang kini tinggal dengan seorang puterinya yang bungsu. Kepada PEDULI TAPTENG ONLINE ibu Bondar menunjukkan foto rontgsen anaknya.

Kini istri Almarhum Partahian hanya bisa melihat tanahnya menghasilkan kelapa sawit yang bukan miliknya. Dia hidup merana dengan kemiskinan bersama seorang puterinya yang bungsu. Dia tak tahu harus mengadu ke mana. Dia tak tahu bagaimana harus menghidupi puterinya. Tanah bukan lagi mereka, dan mereka tap pernah menerima ganti rugi tanah itu.

Kamis, 14 Januari 2010

Polda Sumut Pertontonkan Kecerobohannya

Hari ini, Selasa 14/1/2010 Polisi Daerah Sumatera Utara mempertontonkan “sirkus” dan sandiwara hukum di negeri ini. Polda Sumut pada pemeriksaan kedua Pejuang HAM Tapanuli Tengah Pst Rantinus Manalu, Pr tadi siang terkesan tidak konsisten dan tidak mengerti persoalan kasus yang disangkakan pada Pst Rantinus Manalu, Pr.

Kecerobohan Polda Sumut terletak pada posisi hutan register yang disangka diduduki dan dibakar Pst Rantinus. Dalam panggilan Reskrim tertanggal 09 Desember 2009, Polda Sumut memeriksa Pst Rantinus sebagai tersangka kasus Tindak Pidana, “Mengerjakan, menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan di Register 47 Desa Purbatua dan Desa Hutaginjang Kecamatan Barus Utara Kabupaten Tapanuli Tengah”.

Anehnya, tadi siang saat pemeriksaan berlangsung, Pst Rantinus Manalu Pr malah diperiksa sebagai tersangka kasus tindak pidana mengerjakan, menggunakan dan menduduki kawasan hutan register 74. Perbedaan lokasi hutan register yang disangka diduduki Pst Rantinus dari 47 menjadi  74 membuat Pastor Rantinus keberatan. “Dalam surat panggilan saya ditetapkan sebagai tersangka menduduki hutan di register 47” ungkap Pst Rantinus.

Lebih jauh dia mempertanyakan, mengapa dia diperiksa sebagai tersangka menduduki hutan di register 74. Menanggapi keberatan Pst Rantinus penyidik memberi alasan, bahwa surat panggilan itu salah ketik. Penyidik dengan santai meminta supaya kesalahan dalam surat panggilan diperbaiki. Aneh, bahwa institusi negara sebesar Polda bisa salah  ketik.

Sekedar diketahui, hutan register 47 tidak ditemukan dan tidak ada di Tapteng. Hutan register 47 berada di kawasan hutan Tapanuli bagian selatan. Padahal dalam surat panggilan disebut hutan register 47 berada di Desa Purbatua dan Desa Hutaginjang Kecamatan Barus Utara Kabupaten Tapanuli Tengah. Karena penyidik tetap ngotot akan memeriksa Pastor Rantinus pada pendudukan hutan di kawasan hutan register 74, pastor Rantinus dan para penasihat hukumnya meminta waktu istirahat untuk berembuk. Akhirnya Pst Rantinus dan penasihat hukum sepakat untuk tidak mau diperiksa. Pemeriksaan pun akhirnya dihentikan.

Wartawan Media Cetak di Tapteng tidak Bermutu

Wartawan media cetak di Tapanuli Tengah tidak bermutu. Mereka (para kuli tinta di Tapteng) tidak dapat lagi melihat sisi berita yang elegan, santun dan bernilai. Pemberitaan mereka terkesan miring dan berpihak pada penguasa.

Hal itu terlihat dari pemberitaan tentang Doa dan Solidaritas Peduli Tapteng yang digalang oleh Forum Umat Katolik Keuskupan Sibolga, kemarin 12/1/2010. METRO TAPANULI tadi pagi (13/1/2010) malah lebih menyoroti kehadiran dua anggota DPRD Sibolga dalam aksi doa bersama kemarin. METRO TAPANULI menulis: Dua Anggota Dewan Sibolga Demo DPRD Tapteng.

Dalam pemberitaan itu para pembaca mereka giring pada opini campur tangan DPRD Sibolga pada DPRD Tapteng. Untuk menggiring opini publik sang wartawan mencoba mewawancarai dan meminta pendapat salah seorang warga Sibolga tentang kehadiran dua anggota dewan dimaksud.

Wartawan yang sebelumnya sudah meneerima press release dari panitia tampaknya tidak mengerti apa perbedaan doa dan demo. Padahal sebelum acara doa berlangsung, orator sudah menyampaikan bahwa ini adalah doa bukan demo. Pengusung aksi adalah Forum Umat Katolik Keuskupan Sibolga bukan anggota Dewan. Kehadiran kedua anggota DPRD lebih pada solidaritas mereka pada pastornya.

Pemberitaan yang miring juga terdapat di beberapa media cetak seperti ANALISA dan beberapa koran lain. Koordinator aksi, Paulus menduga keberpihakan para kuli tinta pada Pemkab Tapteng diakibatkan oleh "ajinomoto" fulus yang mereka terima dari Pemkab Tapteng. "Para peserta doa berjumlah seribuan, dan peserta aksi tandingan tak lebih dari 40 orang. Peserta aksi adalah bayaran. Masak mereka yang menjadi fokus pemberitaan?" tanya beliau.

Masyarat sudah lama tahu bahwa wartawan di Tapteng menghamba uang. Setiap pemberitaan, selalu meminta uang kirim berita. Siapa yang punya uang, dia yang punya berita. Mereka tidak peduli apakah masyarakat mendapat berita yang benar atau tidak, yang bermutu atau serampangan. Bukan tidak mungkin Tuani Lumbantobing selain membiayai doa tandingan juga membayar para wartawan kacangan di Tapteng.

Wartawan Tapteng harusnya tahu masyarakat membutuhkan berita yang benar dan bermutu. Bukan hanya sekedar berita yang dipesan oleh oknum tertentu.

Pemkab Tapteng, Maju Kena Mundur Kena

Menyikapi penetapan Pastor Rantinus sebagai pembakar hutan yang prematur dan tanpa bukti sampai saat ini, Pemkab Tapanuli Tengah maju kena mundur kena. Beredar isu bahwa Tuani Lumbantobing sang ketua PARTAI DEMOKRAT TAPTENG panik dan ingin cuci tangan.

Kepada sebuah LSM yang tak mau disebut namanya, bupati korup ini meminta sebuah LSM menjembatani dia dengan Katolik. "Terus terang saya takut pada Katolik" ungkap beliau kepada sebuah LSM.

Agaknya dukungan yang terus mengalir kepada Pst Rantinus dan Robinson Tarihoran yang tidak hanya berasal dari kalangan Katolik akhir-akhir ini, membuat bupati yang mengandalkan preman untuk menyerobot tanah rakyat ini semakin panik. Diduga bupati mulai tahu bahwa kebenaran dan keadilan tidak bisa dia beli dengan uang hasil korupsi di Tapteng.

Berbagai upaya yang dilakukan sang bupati dari PARTAI DEMOKRAT ini untuk menghentikan perjuangan Pst Rantinus Cs yang berpihak pada masyarakat korban penyerobotan tanah seperti senjata makan tuan. Kriminalisasi yang dirancang pada Pst Rantinus malah menelanjangi dan mempertontonkan korupsi dan keangkuhannya yang selama ini tertutupi.

Masyarakat kini akhirnya tahu bahwa semua proyek yang selama ini dibanggakan Tuani Lumbantobing ternyata hanyalah isapan jempol. Sekedar catatan: pembukaan jalan Rampa-Poriaha yang nyata merusak hutan lindung sampai saat ini sudah menelan dana 80-an Milyar. Padahal jalan dimaksud belum tersambung dan belum bisa dilalui oleh kenderaan. Ini hanya satu kasus. Kasus yang mirip, terjadi pada pembukaan jalan Aek Horsik-terminal Aek Tolang. Pertanyaannya adalah kemana uang 80 milyar itu dipakai, sampai jalan belum bisa dilalui.

Adakah sang bupati yang ingin menjadikan Tapanuli Tengah ini sebagai milik keluarga (tirani) menggunakannya untuk membiayai demo-demo tandingan? asal tahu saja pendemo tandingan hanya diberi 50.000 per orang dan jumlah peserta tidak lebih dari 40 orang. Jadi kemana uang rakyat Tapteng. 

Apakah mungkin digunakan untuk menyuap para LSM yang vokal? atau menyuap wakil-wakil rakyat yang berkunjung ke Tapteng. Sudah banyak wakil rakyat berkunjung ke Tapteng tetapi mereka, selalu pulang tanpa memberi hasil dan jalan keluar pada rakyat Tapteng.

Hanya satu kata, jangan biarkan Tuani merenggut masa depan anak-anak Tapteng.

DPRDSU Beberkan Kebobrokan dalam Penerimaan CPNS Tapteng

Medan (SIB) Komisi A DPRD Sumut membeberkan “kebobrokan” maupun saratnya kecurangan dalam penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) yang dilakukan oleh Pemkab Tapteng (Tapanuli Tengah), sehingga BKN (Badan Kepegawaian Negara) diharapkan segera melakukan peninjauan ulang dan jangan menerbitkan SK pengangkatannya. Hal itu diungkapkan anggota Komisi A DPRD Sumut Suasana Dachi SH, H Syamsul Hilal, Marah Halim Harahap SAg MHum, Oloan Simbolon ST, Drs Yan Syahrin dan Ir Marasal Hutasoit dalam rapat dengar pendapat dengan BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Propsu, BKD Kabupaten/Kota membahas masalah penerimaan CPNS, yang dipimpin Ketua Komisi A HM Nuh, Selasa (12/1) di DPRD Sumut.

“Proses penerimaan CPNS Tapteng yang melakukan kerja sama dengan UGM (Universitas Gajah Mada), ternyata MoU-nya hanya sebatas membuat soal dan kunci jawaban, tapi perangkingan dan penentuan kelulusan seluruhnya diatur Pemkab, sehingga berpeluang sangat besar dilakukan kecurangan,” ujar Marah Halim.

Selain itu, tambah Suasana Dachi, dalam pemeriksaan lembar jawaban para CPNS tidak pernah dilibatkan legislatif maupun LSM, tapi hanya dilakukan panitia dan oknum pejabat Pemkab setempat, sehingga jelas tidak ada ketransparansian.

Bukti yang sangat nyata, tambah Syamsul, dalam penerimaan CPNS di Pemkab Tapteng itu, semuanya di bawah kendali oknum pejabat terasnya. Bahkan DPRD-nya, Parpol (Partai Politik) di daerah itu bisa “diaturnya” dan dia menempatkan dirinya sebagai “raja” yang tak pernah bisa tersentuh hukum.
“Sejak awal kita telah mewanti-wanti, bahwa Pemkab/Pemko yang melakukan kerja-sama di luar USU lebih berpeluang melakukan kesepakatan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), sehingga tidak heran berkembang rumor di tengah masyarakat untuk lolos jadi CPNS harus setor ke oknum pejabat Rp100 juta-Rp150 juta,” tegas Syamsul.

Syamsul bahkan mengungkapkan pengalamannya dalam penerimaan CPNS pada tahun 2005 semasa Kepala BKD Propsu dijabat oleh Mangasing Mungkur, ada oknum Bupati bersedia menyuap Rp5 miliar, agar penerimaan CPNS di daerahnya bisa diatur dan ditentukan oleh Bupatinya.

Atas kecurangan itu, Syamsul bahkan mendesak BKD Propsu dan BKN untuk melakukan pengusutan dan jika terbukti adanya rekayasa dalam penerimaan CPNS di sejumlah Kabupaten/Kota, BKN harus bersikap tegas dengan membatalkan hasilnya dan periksa Bupati/Walikotanya.

Sementara itu, Marasal, Oloan Simbolon dan Yan Syahrin bahkan mengungkapkan kekecewaannya, kenapa sejumlah Kabupaten/Kota melakukan kerja-sama dengan Universitas di luar Sumut. Padahal diketahui, dengan bekerja-sama dengan UI maupun UGM lebih banyak menghabiskan anggaran negara.
Dari rapat yang dihadiri segenap anggota Komisi A, seperti Sudirman Halawa SH, Sony Firdaus SH, Nurul Azhar Lubis, Hasbullah Hadi SH SpN dan Alamsyah Hamdani SH ini menghasilkan 3 rekomendasi, yakni, BKN didesak mengkaji ulang soal penerimaan CPNS Tapteng.

Selain itu, Komisi A akan segera mengusulkan pembentukan Pansus CPNS “gate” ke pimpinan dewan dan disarankan Pemkab/Pemko se-Sumut agar melakukan kerja sama dengan Universitas Negeri yang ada di Sumut dalam setiap penerimaan CPNS. (M10/m)


Selasa, 12 Januari 2010

Gerombolan Aksi Tandingan Malu Sendiri

Gerombolan demo tandingan yang diduga disiapkan dan dibiayai oleh Bupati Tapanuli Tengah Tuani Lumban Tobing saat Doa yang dilakukan oleh Forum Umat Katolik Keuskupan Sibolga tadi pagi di depan kantor bupati, malu sendiri. Mereka tak mendapat tanggapan apapun dari peserta doa, bahkan mereka dicueki peserta doa.

Untuk menebar ketakutan di masyarakat, sejak kemarin sore (11/1/2010), beredar isu bahwa aksi Doa dan Solidaritas Peduli Tapteng akan berhadapan dengan kelompok pedemo tandingan. Tadi pagi saat doa belangsung di depan kantor bupati, sekelompok massa yang sebelumnya sudah berada di belakang GOR Pandan berteriak-teriak untuk memancing emosi peserta doa.

Gerombolan aksi tandingan mengucapkan kata-kata yang khas dari agama tertentu. Nampaknya ada ”settingan” bahwa umat Katolik akan dibenturkan dengan penganut agama lain. Sayangnya, orang yang diduga membiayai aksi tandingan itu tidak tahu persis peta massa yang mengadiri Doa Peduli Tapteng. Meski Doa Peduli Tapteng diusung oleh Forum Umat Katolik, peserta aksi berasal dari elemen masyarakat dan penganut agama lain.

Dalam Doa Peduli Tapteng, Ustazd Sodikin Lubis turut membacakan doa di depan kantor DPRD, Bupati, Pengadilan Sibolga, Kapolres Tapteng, Kejari Sibolga secara bergantian dengan Sintua-sintua Katolik.

Melihat bahwa doa dipanjatkan oleh pemimpin agama yang berbeda secara bergantian, peserta aksi tandingan mundur teratur. Aksi mundur teratur peserta aksi tandingan, yang diduga dibiayai bupati semakin menjadi-jadi tatkala pengeras suara yang mereka pakai tiba-tiba terbakar. Seorang peserta berkomentar: ”Tuhan tak mau mendengar doa mereka, Tuhan mau mendengar doa kita” ungkap Pak Paulus saat aksi.

Teror Peserta Doa Peduli Tapteng

Aksi damai berupa DOA dan SOLIDARITAS PEDULI TAPTENG yang digalang Forum Umat Katolik Keuskupan Sibolga berlangsung damai, tertib tadi pagi (12/1/2010). Doa yang mengusung tema “Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pastor Rantinus Manalu, Pr diikuti sekitar 1000-an massa.

Massa berasal dari Barus Utara, Sosorgadong, Tumba-Manduamas, Pinangsori, Tapian Nauli, Ketapang, Sarudik, Pandan sejak pagi secara pribadi dan kelompok berkumpul di Seminari Menengah Aek Tolang. Banyak massa yang sebelumnya bersedia mengikuti aksi terpaksa membatalkan niat untuk ikut aksi karena kurangnya transportasi.

Semua pemilik truk di Tapanuli Tengah tidak memberikan truk mereka disewa untuk keperluan aksi. Nampaknya para pemilik truk ketakutan pada bupati. Bukan rahasia umum lagi di Tapanuli Tengah sang bupati adalah momok yang menebar ketakutan dan keresahan.

Selain para pemilik truk, ketakutan juga dialami para PNS khususnya yang beragama Katolik. Beberapa PNS yang beragama Katolik bahkan melarang suami atau keluarga yang lain untuk ikut aksi. Mereka takut menerima resiko dari keikutsertaan suami mereka pada aksi damai itu.

Beberapa usaha dilakukan bupati untuk menggagalkan Doa dan Solidaritas yang juga diikuti oleh unsur FPTR, Pergerakan Indonesia, dan perwakilan umat Muslim. Di Barus Utara truk yang dikirim dari Sibolga untuk mengangkut massa peserta Doa dihadang oleh Camat Setempat. Mobil Camat Barus Utara, dengan sengaja di parkir di badan jalan yang akan dilalui oleh truk peserta doa.

Teror lain yang dihadapi oleh peserta aksi adalah telepon dan SMS yang bernada teror. Paulus Hutagalung, Koordinator Aksi mendapat ancaman via SMS. Pst Alfons Ampu, Pr Pastor Paroki Katedral juga tak luput dari teror. Usai sarapan pagi, seseorang menelepon Pst Alfons untuk meminta pembatalan aksi dengan alasan aksi akan ricuh dan berdarah-darah.

Bupati Tapteng Panik!

Menjelang pemeriksaan k-2 Pst Rantinus Manalu, Pr di Medan, (14/1/10) Bupati Tapanuli Tengah, Tuani Lbn Tobing terkesan panik. Bukti-bukti untuk menjebloskan Pst Rantinus sebagai tersangka pembalak hutan tidak lengkap.

Beredar isu persekongkolan Tuani dengan Kepala Dinas Kehutanan Albert Partogi Simanjuntak retak. Hal itu diakibatkan oleh Kepala Dinas Kehutanan tidak mampu mencari bukti-bukti sangkaan. Di satu sisi Tuani ingin agar Pst Rantinus segera mendekam di penjara.

Kepanikan bupati yang diduga telah banyak mengkorupsikan uang negara ini, semakin menjadi menjelang aksi damai DOA DAN SOLIDARITAS PEDULI TAPTENG Selasa, 12/1/10 di Pandan. Aksi digalang oleh FORUM UMAT KATOLIK KEUSKUPAN SIBOLGA. Meski demikian aksi bakal diikuti oleh lintas agama dan golongan.

"Apa yang terjadi...mengapa kami PNS yang beragama Katolik tiba-tiba dikumpulkan di Dinas Pendidikan besok" tanya seorang PNS di lingkungan BAPPEDA kepada PEDULI TAPTENG ONLINE. Tiba-tiba saja saat aksi doa dan solidaritas yang direncanakan berlangsung esok di Pandan, semua PNS beragama Katolik di kurung di Dinas Pendidikan. Asal tahu Kepala Dinas Pendiikan ini adalah juga orang Katolik.

Menanggapi aksi yang akan berlangsung esok, Paulus Koordiator Aksi merasa heran dengan para pemilik truk. Tiba-tiba pemilik truk yang sebelumnya bersedia menyewakan truknya dipakai selama aksi berlangsung secara sepihak membatalkan kesepakatan. "Semua pemilik truk di Tapteng ketakutan menyewakan truknya untuk dipakai peserta aksi Doa dan Solidaritas Peduli Tapteng" ungkap Paulus lebih jauh.

Nampaknya kepanikan bupati semakin tak terkontrol. Yang lebih berbahaya, terdengar isu bahwa pada hari yang sama di Pandan juga akan ada aksi tandingan yang kabarnya dibiayai oleh Tuani Lumban Tobing. Jika aksi ini berlangsung pada waktu dan tempat yang bersamaan bukan tidak mungkin terjadi gesekan antar pendukung aksi.

Sabtu, 09 Januari 2010

PNS Tapteng Resah

Bupati Tapanuli Tengah agaknya memakai segala upaya untuk mempertahankan kekuasaannya. Salah satu usaha yang dibuat sekarang ini adalah menakut-nakuti PNS yang tidak setuju dengan kebijakan sang bupati.

Dalam berbagai kesempatan, terlihat sekali bahwa para PNS terkesan takut dan tidak lagi bebas menjalankan tugas mereka sehari-hari.

Menurut beberapa PNS yang tidak mau disebut namanya, di lingkungan mereka kerja ada "telinga" bupati yang siap melaporkan segala aktivitas PNS. Salah seorang guru di tarung bolak mengaku tidak bebas pergi ke pesta-pesta marga, apalagi kalau pesta itu diadakan oleh salah seorang bakal calon bupati Tapanuli Tengah.

Para PNS sangat takut karena gerakan mereka selalu dipantau oleh orang yang digelari "wakil bupati". Kata wakil bupati di sini menunjuk pada orang kepercayaan bupati disetiap lingkungan kerja PNS yang siap membisiki bupati tentang para PNS yang ikut memperjuangkan pembebasan tanah yang diserobot oleh oknum yang diduga pejabat teras Pemkab atau mengikuti kegiatan-kegiatan marga yang diakan oleh bakal calon bupati selain bakal calon pilihan sang bupati.

Ketakutan para PNS berasalan,pasalnya beberapa PNS yang selama ini bersimpati pada perjuangan rakyat
Tapteng untuk mendapatkan hak-haknya langsung dipindah sewenang-wenang atau mendapat sangsi penurunan jabatan. Orangtua Edianto Simatupang, ketua Forum Pembebasan Tanah Rakyat dan Kamal Simamora sekretaris paroki Tarutung Bolak adalah sebagian yang sudah dipindah ke tempat yang lebih terpelosok serta diturunkan jabatannya karena dinilai berpihak pada masyarakat yang tanahnya diserobot.

Jumat, 08 Januari 2010

Bola Panas di Tangan Kejari

Polres Tapanuli Tengah akhirnya membuktikan propesionalisme mereka sebagai penegak hukum. Setelah lama ditunggu masyarakat Tapanuli Tengah dugaan kasus-kasus korupsi akhirnya mereka limpahkan ke Kejari Sibolga untuk menindaklanjuti dugaan kasus korupsi.

Dalam pelimpahan berkas dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Tapteng 4 pejabat di lingkungan Pemkab Tapteng ditetapkan sebagai tersangka di antaranya Kadis JJ dan Pengairan berinisial MT dan P2K berinisial ES, Kadis Kelautan dan Perikanan berinisial BG dan P2K berinisial FH.

Dugaan-dugaan korupsi yang dilimpahkan diantaranya: proyek fiktif pematangan lahan terminal baru Pemkab Tapteng di Tukka Rp 1.576.975.000 TA 2005, dugaan mark up pengadaan tanah tempat kerja Polres Tapteng Rp 460 Jt TA 2006, dugaan mark up pengadaan tanah asrama haji Pinang Sori serta menghilangkan alat-alat Pemkab Tapteng Rp 600 Jt TA 2007, dugaan mark up proyek pematangan lahan asrama haji Pinang Sori Rp 1,911 miliar TA 2007.

Dugaan mark up proyek pembuatan sarana air minum di Kelurahan Sibabangun Tapteng Rp 1.606.000.000 T/A 2007, dugaan mark up proyek pembangunan jalan di Sibuluan III Tano Ponggol/asrama TNI Sarudik Rp 327 Jt TA 2007, dugaan mark up proyek pembuatan jalan Sibabangun, Pulo Pakkat, Tapteng Rp 9.000.900.000 TA 2007, dugaan mark up proyek pemeliharaan berkala jalan Baru Garingging, Simarlela Rp 904.400.000 TA 2007, dugaan mark up pengadaan 19 unit mobil innova Rp 335.500.000 T/A 2005, dugaan pemotongan dana BOS Kacabdis Kecamatan Barus Rp 512.300.000 T/A 2007-2008 dan dugaan mark up proyek pembangunan dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Labuan Angin Rp 2,8 miliar kasusnya sudah diperiksa BPKP TA 2006.

Kini ditunggu aksi jajaran Kejari Sibolga apakah bersedia menindaklanjuti dugaan kasus atau mempetieskan pelimpahan kasus di atas. Masyarakat diminta mengawasi tindak lanjut kasus dan segera mendesak Kejari agar menuntaskan kasus di atas. Kejari, buktikanlah bahwa hukum adalah senjata utama di negeri ini. Buat kami percaya dan berpihaklah pada kebenaran.

Minggu, 03 Januari 2010

Dimana Wakil Bupati?


Baliho seperti ini banyak terdapat di sudut-sudt dan pusat Tapanuli Tengah. Selain merusak tata kota dan pemandangan baliho ini juga aneh.

Di atas baliho ada logo Tapanuli Tengah dan tulisan Bupati dan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Tapanuli Tengah.

Di daerah lain, biasanya bupati bersanding dengan wakil bupati tapi di Tapteng posisi wakil bupati diisi oleh istri bupati sendiri.

Banyak orang beranggapan bahwa spanduk ini bersifat politis dan merupakan sosialisasi istri bupati yang diduga akan mencalonkan diri pada Pilkada yang akan datang. Yang menjadi pertanyaan adalah darimana biaya baliho ini?bila baliho ini dibiayai uang rakyat harusnya bukan ketua tim penggerak PKK yang disandingkan dengan bupati tetapi wakil bupati.

Baliho ini memuat kalimat yang sangat indah seolah mau menutupi dugaan korupsi dan penyerobotan tanah yang sekarang ini sedang menimpa sang bupati. "Jangan kwatir, Tuhan menyertaimu dan menolongmu setiap saat perbuatlah yang terbaik karena kehidupanmu berada di tangan Tuhan", itulah kalimat yang tertulis di baliho ini.

Indah dan bagus kata-katanya. Tetapi apakah itu sudah dilakukan oleh Tuani selama ini. Apakah penyerobotan tanah dan mengkriminalisasi seorang pastor bisa disebut kebaikan. Tapteng memang aneh, aneh karena dipimpin oleh seorang yang diktator dan paranoid.

Sabtu, 02 Januari 2010

Pelukan Tuani, Petaka atau Rahmat

Pilkada kota Sibolga mulai memanas. Banyak calon mencari dukungan ke sana kemari demi memperoleh kursi Sibolga-1. Afifi Lubis, salah seorang calon Walikota Sibolga ternyata jauh-jauh hari telah mendapat dukungan dari Tuani Lumbantobing dengan kenderaan Pemuda Pancasila. Saat buka puasa bersama september yang lalu dukungan Tuani secara simbolis diperkuat dengan pelukan Tuani pada Afifi Lubis.

Dukungan Tuani Lumban Tobing diberikan beberapa bulan yang lalu saat acara buka puasa bersama di sekretariat MPO Pemuda Pancasila Sibolga Jalan Diponegoro, Jumat (11/9/09) malam. Pada kesempatan itu Pemuda Pancasila Sibolga secara resmi menyatakan dukungannya pada pencalonan Afifi Lubis menjadi calon walikota Sibolga.

Pada kesempatan itu Tuani Lumbantobing, yang diduga banyak melakukan penyerobotan tanah di Sosor Gadong dan Sorkam dalam kapasitasnya sebagai bupati Tapteng menyatakan kesiapannya merespon dukungan warga Pemuda Pancasila Sibolga.

Pada saat itu, acara kelihatan akrab tatkala H. Afifi Lubis memeluk erat MPO Sumut Tuani Lumbantobing. Kemudian, seolah mengadakan suatu komitmen kuat yang ditandai dengan kepalan tangan bersama Ketua PP Sibolga Asri Sikumbang dan Ketua PP Tapteng Syaiful Panjaitan alias teroris.

Adakah pelukan itu sebagai signal kemenangan bagi Afifi? dan mengapa Afifi mencari dukungan pada Pemuda Pancasila khususnya Tuani Lumbantobing? Terakhir mungkinkah pelukan rahmat atau petakan? hanya rakyat Sibolga yang bisa menilai. Kita tunggu hasilnya.

Rumah Koordinator Forum Pembela Tanah Rakyat Dibakar


Edianto Simatupang, Koordinator Forum Pembela Tanah Rakyat (FPTR) membayar mahal kepeduliannya pada Tapanuli Tengah. Rumah tempat tinggalnya di Barus dibakar orang tak dikenal.


Pembakaran terjadi pada tanggal 22 Juni 2008 sekitar pukul 03.30 Sabtu dini hari di Kelurahan Padang Masiang Kecamatan Barus Kabuapten Tapanuli Tengah. "Pembakaran rumah ini terkait aktivitas saya mendampingi warga Tapanuli Tengah korban penyerobotan tanah yang dilakukan oleh PT Nauli Sawit dan oknum Pemkab Tapteng Drs Tuani Lumban Tobing selaku bupati" ungkap Edianto ke PEDULI TAPTENG ONLINE.

“ Kuat dugaan saya rumah ini sengaja dibakar oleh preman-preman suruhan oknum pemkab Tapteng dengan target membunuh saya, karena rumah tersebut adalah tempat tinggal dan usaha kursus pendidikan komputer” lanjut Edianto.

Berikut kronologis pembakaran rumah sebagaimana disampaikan Edianto:
  1. Jumat sore tanggal 21 Juni 2008 saya berangkat ke Sibolga, setelah beberapa hari tinggal dan tidur di rumah tersebut. Sejak memimpin aksi unjuk rasa berulang-ulang ke kantor Bupati Tapteng saya sudah tidak merasa aman, sering mendapat ancaman, banyak teman-teman juga menyarankan supaya hati-hati. Ahirnya, sering berpindah-pindah tidur saya lakukan demi alasan keamanan. Rumah saya tinggal dengan baik, memeriksa kalau ada sumber-sumber yang membahayakan, seperti api kompor atau anti nyamuk, sejak 3 bulan terahir juga sudah tidak ada aktivitas masak-memasak.
  2. Sebelum pembakaran tersebut terjadi, sekitar jam 01.00 dini hari di desa Pulo Pane Kecamatan Sosorgadong 100-an warga mengendarai sepeda motor menyerang serta mengusir Satpol PP yang sudah berminggu-minggu membuat basecamp dengan alasan untuk menjaga lahan PT Nauli Sawit hingga ke Kecamatan Sorkam. Bahkan Camat Sosorgadong Hotlan Simanullang pun berkantor didaerah kebun tersebut. Pengusiran Satpol PP dipicu oleh pengacungan senjata api oleh oknum Satpol PP kepada warga yang mau mengusahai lahannya yang diserobot sore harinya.
  3. Dari sumber, temuan dan didukung informasi yang berkembang, serta keterangan beberapa saksi yang tidak mau disebut namanya dengan alasan keamanan, pembakaran rumah Edyanto Simatupang itu direncanakan oleh orang-orang dekat bupati. Alasan kuat adalah untuk melindungi ribuan hektar tanah masyarakat yang diserobot oleh oknum-oknum pemkab, diduga kuat milik bupati Tapteng. Dan sebelum pembakaran rumah koor FPTR dilakukan, pada Sabtu dinihari terjadi pertemuan di salah satu warung alm. Br Regar di Pulo Pane Kecamatan Sosorgadong. Hadir dalam pertemuan tersebut al: Camat Hotlan Simanullang, Baktiar Sibarani, Canne Limbong, Banjir Tarihoran, Samson Bondar, Rani (agen Sampri Barus), yang mengetahui pembakaran ini termasuk Gulo Pasaribu, si Uban (LSM).
  4. Demikian kronologis kejadian pembakaran rumah saya perbuat dengan berani dan bisa dipertanggung jawabkan, sebagai niat baik saya dalam membantu kinerja pihak berwajib dalam melakukan peyelidikan untuk melakukan penangkapan pelaku pembakaran. Keterangan ini saya perbuat dengan sebenarnya berdasarkan temuan, perkembangan dimasyarakat, informasi disertai keterangan saksi-saksi yang bisa dipertanggung jawabkan.

Pada tanggal 22 Juni 2008 kejadian ini telah dilaporkan ke Polsek Barus dengan bukti laporan No.Pol : LP/49/K/VI/2008 TPG Barus tertanggal 22 Juni 2008. Surat perkembangan setelah 1 (satu) bulan melalui surat Polisi No.Pol SP2HP/08/VII/2008/Reskrim perihal perkembangan yang belum ada. Keterangan hasil dari Tim Forensik Poldasu (28/6) dalam olah TKP tidak ada.

Pemilik PT Nauli Sawit Misterius

Banyak yang aneh di Tapanuli Tengah. Tetapi yang satu ini tergolong sangat aneh. Bagaimana tidak disebut aneh, sekitar 500-an hektar kebun kelapa sawit tidak jelas pemiliknya. Orang hanya tahu bahwa lahan sawit di Pantai Binasi, Kecamatan Sorkam Barat adalah milik PT Nauli Sawit, tetapi siapa pemilik Nauli Sawit sampai saat ini belum jelas.

Pemkab Tapteng mengaku tidak tahu-menahu siapa pemilik kebun sawit yang masih bermasalah dengan warga Desa Maduma, Sorkam Barat tersebut.
Ketua Bidang Pemantauan Komnas HAM Jhony Nelson Simanjuntak SH yang dihubungi wartawan lewat telepon, Jumat (11/12) mengungkapkan bahwa dirinya bersama warga sudah turun langsung melihat fakta-fakta di lapangan dan mendengar kesaksian masyarakat tentang sengketa tanah dimaksud. “Banyak pengaduan masyarakat khususnya warga korban penyerobotan yang diterima Komnas HAM ketika kita turun ke lapangan,” kata Jhony.

Dikatakannya, setelah mendapat masukan dari warga, Komnas HAM mempertanyakan siapa pemilik kebun sawit tersebut ke Pemkab Tapteng di Kantor Bupati Tapteng yang saat itu diterima Wakil Bupati Tapteng Efendi Pohan dan jajarannya. “Ketika saya tanyakan siapa pemilik kebun sawit di sepanjang pantai Binasi kepada Wakil Bupati, ia mengatakan tidak tahu. Lalu Wakil Bupati menanyakan kepada jajarannya yakni Kadis Perkebunan dan Kehutanan serta beberapa Camat yang juga mengaku tidak tahu. Mendengar pengakuan itu, saya langsung meminta kepada pihak Kepolisian yang hadir di situ supaya membantu kita membagi-bagi kebun sawit itu kepada masyarakat, kalau tidak ada pemiliknya,” pinta Jhony.

Disampaikannya, Komnas HAM akan melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang dan oknum-oknum aparat pemerintahan, yang diduga kuat terlibat dalam penyerobotan tanah itu. Menyangkut izin prinsip yang diberikan Bupati Tapteng, sebenarnya PT Nauli Sawit (PT NS) hanya memiliki izin membuka kebun sawit di Sirandorung dan Manduamas, bukan di Sorkam Barat dan Sosorgadong.

Sedangkan kalau memang kebun sawit di Pantai Binasi, Sorkam Barat itu milik PT.NS berarti perusahaan sudah melakukan pelanggaran. Menyinggung dugaan pemilik PT NS adalah seorang oknum pejabat di Pemkab Tapteng? Johny Nelson Simajuntak menegaskan butuh pembuktian. “Setiap dugaan itu butuh pembuktian, dan kemungkinan akan terungkap dalam pengembangan kasus selanjutnya. Semua itu akan kita proses siapa pemilik PT Nauli Sawit sebenarnya. Dan sampai sekarang Komnas HAM belum mendapat siapa sebenarnya pemilik PT NS,” imbuhnya.

Terkait dengan misteriusnya pemilik kebun sawrit di Pantai Binasi, Komisi A DPRD Sumut mendesak Pemkab Tapteng (Tapanuli Tengah), BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan Komnas HAM (Hak Azasi Manusia) segera membagi-bagikan kepada rakyat 500 hektar kebun sawit “misterius” alias “tidak bertuan” di Pantai Binasa Kecamatan Sorkam Barat Tapteng.

Desakan itu diungkapkan anggota Komisi A DPRD Sumut Ir Marasal Hutasoit dan Oloan Simbolon ST kepada wartawan, Selasa (15/12) di DPRD Sumut menanggapi adanya temuan Komnas HAM tentang adanya 500 hektar kebun sawit “misterius” alias tidak diketahui pemiliknya di Sorkam Tapteng.

“Daripada 500 hektar lahan sawit itu mubazir, tanpa diketahui siapa pemiliknya, alangkah baiknya segera dibagi-bagikan kepada masyarakat yang tanahnya diserobot oleh perusahaan perkebunan PT NS,” ujar Marasal sembari mendesak Pemkab Tapteng untuk memihak rakyat yang sudah bertahun-tahun memperjuangkan hak-haknya, tapi hingga kini belum terealisasi.

Menurut Marasal dan Oloan, tidak ada salahnya tanah itu diserahkan kepada rakyat, apalagi kepemilikannyapun masih “misterius” alias tidak diketahui Pemkab Tapteng siapa yang menguasainya. Status lahan itu sekarang, ibarat masyarakat menemukan hasil “curian” yang tercecer di jalan, sehingga siapa saja yang mendapatkannya tidak akan ada sanksi hukumnya.

13 Kasus Korupsi di Pemkab Tapteng

Ketua DPP Missi Pemberantasan Korupsi, Frins Walles Tambunan menemukan 13 kasus dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi Rp 12.540.099.100 di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Tengah (Tapteng) dengan bupati Drs Tuani lumbantobing MSi.

Walles Tambunan mengungkapkan ke-13 kasus korupsi di Pemkab Tapteng antara lain: dugaan proyek fiktif pematangan lahan terminal baru Pemkab Tapteng di Tukka Rp 1.576.975.000 T/A 2005, dugaan mark up pengadaan tanah tempat kerja Polres Tapteng Rp 460 Jt T/A 2006, dugaan mark up pengadaan tanah asrama haji Pinang Sori serta menghilangkan alat-alat Pemkab Tapteng Rp 600 Jt T/A 2007, dugaan mark up proyek pematangan lahan asrama haji Pinang Sori Rp 1,911 miliar T/A 2007.

Berikutnya, dugaan mark up proyek pembuatan sarana air minum di Kelurahan Sibabangun Tapteng Rp 1.606.000.000 T/A 2007, dugaan mark up proyek pembangunan jalan di Sibuluan III Tano Ponggol/asrama TNI Sarudik Rp 327 Jt T/A 2007, dugaan mark up proyek pembuatan jalan Sibabangun, Pulo Pakkat, Tapteng Rp 9.000.900.000 T/A 2007, dugaan mark up proyek pemeliharaan berkala jalan Baru Garingging, Simarlela Rp 904.400.000 T/A 2007, dugaan mark up pengadaan 19 unit mobil innova Rp 335.500.000 T/A 2005, dugaan pemotongan dana BOS Kacabdis Kecamatan Barus Rp 512.300.000 T/A 2007-2008, dugaan mark up proyek pembangunan dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Labuan Angin Rp 2,8 miliar kasusnya sudah diperiksa BPKP T/A 2006, dll.

Kapolres Tapteng AKBP Dicky Patria Negara SH SIk MSi saat dikonfirmasi wartawan via telephon di Kantor Polres membenarkan bahwa beberapa kasus korupsi saat ini sedang ditangani Polres. Soal ke-4 tersangka yakni Kadis JJ dan Pengairan berinisial Ir MLT, Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) berinisial Ir E S, Kadis Kelautan dan Perikanan berinisial Ir BG dan P2K FH SPi.