Senin, 30 Agustus 2010

Saat Tokoh Agama Berebut Uang

Terkait dana bergulir dan dana ziarah para pendeta ke Yerusalem yang diambil dari APBD, Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) Terpecah. Jumat, (27/8/2010) yang lalu rapat BKAG berakhir dengan ricuh.

Ketua Bidang Marturia Pst Paulus Manalu, Pr meninggalkan rapat sebelum rapat usai. Rapat berakhir ricuh karena Ketua BKAG Pdt Rustam Tambunan ngotot untuk melanjutkan program pinjaman dana dari Pemkab sebesar 1 milyar rupiah dan ngotot untuk memberangkatkan para pendeta ziarah ke Yerusalem dengan dana anggaran dari APBD Pemkab Tapteng.

Dalam akun Facebook milik Pst Manalu, yang berhasil dibaca oleh PEDULI TAPTENG ONLINE, secara implisit Pastor Manalu menulis bahwa BKAG tidak lagi independen dan menjadi subordinasi dari Pemkab Tapteng.

Dana bantuan bergulir sebesar 1 milyar tahun 2010 dan dana ziarah ke Yerusalem ini diyakini sebagai bagian dari trik Bupati Tapanuli Tengah untuk menjinakkan BKAG. Dana bergulir sebesar 1 milyr ini ditolak sebagian anggota BKAG karena dinilai berpotensi untuk membuat kesulitan di kemudian hari.

Pada tahun 2004 dan tahun 2005 BKAG juga telah menerima dana bergulir yang sama. Sampai saat ini tercatat bahwa BKAG masih mempunyai utang sebesar Rp 575,000,000,. ke Pemkab Tapteng.

Sebagian anggota BKAG menuntut agar utang BKAG diclearkan terlebih dahulu sebelum dana bergulir yang sama diterima. Kecuali karena persoalan itu, dana 1 milyar juga dianggap bermasalah karena penggunaannya tidak transparan.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun tim PEDULI TAPTENG dana bantuan akan dikelola oleh Akademi Luteran Indonesia atau ALI dengan biaya operasional sebesar Rp 500,000,000,. Rupiah. Jadi dana bergulir yang bakal sampai ke tangan warga jemaat hanya sekitar Rp 500,000,000,. Anehnya, Pemkab mengatakan bahwa yang bertanggungjawab atas dana bantuan dan pengembalian adalah BKAG bukan ALI.

Pertanyaannya adalah siapah ALI? Dan mengapa pemkab mengatakan bahwa mereka tidak mengenal ALI dan hanya mengenal BKAG soal pertanggungjawaban dana. Masih banyak pertanyaan yang belum tuntas, tapi ketua BKAG tetap ngotot 1 milyar harus dapat.

Kamis, 19 Agustus 2010

Merah Putih Dicap Darah

HUT RI ke 65 di Poriaha, tepatnya di jalan PLTU Labuan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara, dirayakan dengan pembubuhan cap darah ke bendera merah putih. Peringatan HUT RI yang dikoordinir oleh Forum Pembela Tanah Rakyat (FPTR) Tapanuli Tengah ini berlangsung mengharukan.

Aksi pembubuhan cap darah ini dilakukan warga sebagai bentuk keputusasaan mereka atas belum diganti ruginya ladang dan sawah mereka yang diambil oleh Pemkab Tapanuli Tengah tanpa ganti rugi. Warga Poriaha merasa bahwa mereka belum merdeka dan terjajah, karena itu mereka membubuhkan cap darah sebagai bentuk kesiapan mereka untuk menumpahkan darah demi memperjuangkan tanah mereka.

Sampai hari ini, warga sudah 48 hari memblokir atau menutup jalan ke PLTU Labuan Angin karena belum digantinya tanah mereka. Berdasarkan penelusuran PEDULI TAPTENG, warga sudah berjuang sejak 2002 untuk menuntut ganti rugi atas tanah mereka.

Sejak tahun 2002, beberapa kali warga Poriaha mendatangi kantor camat dan kantor bupati Tapanuli Tengah. Perjuangan warga sempat meredup karena mereka menemui jalan buntu perjuangan mereka, sampai akhirnya FPTR datang dan memberi advokasi kepada warga.

Warga sendiri sangat berterimakasih atas pendampingan FPTR. “Sudah bertahun-tahun kami memperjuangkan tanah ini, untunglah FPTR datang” ungkap ibu Tampublon yang tanah persis berada di lokasi blokir.

Sejauh ini, Pemkab Tapanuli Tengah terkesan diam atas tuntutan warga. Menurut Pemkab tanah itu tidak diganti rugi karena belum dianggarkan di APBD.