Selasa, 14 September 2010

Velix Fasilitasi Sengketa Tanah Tapteng

JAKARTA, KOMPAS.com - Kantor Staf Khusus Kepresidenan Bidang Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah memberikan perhatian khusus terhadap konflik sosial yang menyangkut sengketa tanah warga Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah yang dipimpin Bupati Tuani Lumban Tobing.

Terkait konflik tersebut, Kantor Staf Khusus Kepresidenan tersebut akan melaporkan persoalan tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, Staf Khusus Presiden juga akan berkomunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pertanahan Nasional dan Kabupaten Tapanuli Tengah serta Provinsi Sumatera Utara untuk menyelesaikan masalahnya.

Hal itu diungkapkan Staf Khusus Presiden Bidang Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai kepada Kompas di Jakarta, Senin (13/9/2010).
Sebelumnya, pada Rabu (8/9/2010), Velix Wanggai telah bertemu dengan perwakilan warga Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Delegasi Warga Tapian Nauli di antaranya dipimpin oleh Edy, yang mengatasnamakan Front Pembela Tanah Rakyat (FPTR) Tapanuli Tengah.

Warga menuntut Bupati Tapanuli Tengah, Tuani Lumban Tobing, selain memberikan ganti rugi tanah Rampah-Poriaha yang menuju kawasan PLTU Labuhan Angin, juga menolak klaim tanah warga sebagai kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Pembangunan LPTU Labuhan Angin diharapkan juga benar-benar berpihak kepada masyarakat agar masyarakat bisa diberdayakan, selain juga menolak penyerobotan lahan bagi kawasan pembangunan PLTU.

BPN Tapanuli Tengah juga didesak oleh warga Tapian Nauli untuk menginventarisasi dan mengeluarkan surat-surat tanah warga serta mencopot Kepala BPN Tapian Nauli yang dianggap memalsukan sertifikat hak masyarakat.

"Kita telah menerima delegasi dari warga Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah yang mengadukan sejumlah persoalan. Mulai dari penyerobotan lahan pertanian, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia untuk membangun kawasan Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Labuan Angin, Kecamatan Tapian Nauli, Tapanuli Tengah," tandas Velix.

Kasus Cina Benteng

Menurut Velix, pihaknya memetakan sejumlah persoalan, mulai dari penggusuran lahan pertanian untuk digunakan kawasan maupun jalan umum ke PLTU Labuan Angin, hilangnya mata pencaharian masyarakat, dan kritik penggusuran di seputar kawasan PLTU serta kritik atas penyerobotan lahan pertanian warga di kawasan transmigrasi.

"Kita menerima pengaduan mereka karena tugas kita adalah jembatan komunikasi publik. Kedua, kita membuat telaah dan memetakan serta mengkaterogisasikan persoalan yang terjadi. Mulai dari fakta, payung hukum dan bukti-bukti yang dimiliki warga dan pemda. Berikutnya adalah mencari solusi," tambahnya.

Oleh sebab itu, Velix mengakui sekecil apa pun informasinya akan disampaikan kepada Presiden Yudhoyono. "Selain itu, kami juga berkomunikasi dengan kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, BPN, Kementerian ESDM dan pemerintah provini serta kabupaten Tapanuli Tengah," papar Velix.

Ditanya apakah sengketa warga ini bisa diselesaikan, Velix optimistis dengan contoh kasus penggusuran tanah warga Cina Benteng di Tangerang beberapa waktu lalu, yang akhirnya menyebabkan Presiden Yudhoyono turun tangan sehingga penggusuran dihentikan sementara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar