JAKARTA- Solidaritas Nasional Peduli Tapanuli Tengah (SNPTT) yang merupakan gabungan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemilik lahan, meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan terkait dengan sengketa lahan sawit antara warga dan PT Nauli Sawit (NS).
Sengketa lahan yang berawal dari masuknya perusahaan sawit itu diyakini tidak akan pernah selesai tanpa ada dari
pemerintah pusat.
"Kami berharap pemerintah pusat, terkhusus Presiden SBY, untuk
memprioritaskan masalah sengketa lahan di Tapanuli Tengah (Tapteng). Apa yang
dipidatokan presiden soal penegakan hukum setidaknya dibuktikan di sana,"
pinta Muhammad Shodiqin Lubis, tokoh agama Tapteng, Sumut, dalam konferensi
pers di kafe Mellys Garden, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Senin (8/3).
Selain Shodiqin, hadir pula pada kesempatan itu pemuka agama lainnya yang
menjadi korban, yakni Pastor Martinus Rantinus Manalu dan Edi Simatupang selaku
Koordinator Forum Pembela Tanah Rakyat. Sementara dari LSM, ada Sahat Tarida
(Walhi Sumut) dan Chalid Muhammad (Institut Hijau).
Shodiqin bercerita, bahwa tanah masyarakat yang sebelumnya ditanami pohon
kelapa dan palawija itu, telah berganti dengan perkebunan sawit sejak Juni 2004
lalu. Padahal katanya, izin prinsip untuk mengelola tanah tidak dikantongi oleh
PT NS. "Sekarang, banyak anak-anak yang terancam putus sekolah, karena
permasalahan ini berlarut-larut. Di masyarakat muncul ketidakpercayaan kepada
pemerintah dan pemerintah dianggap musuh," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Pastor Martinus Rantinus Manalu. Dikatakannya,
kalau SBY betul-betul orang yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
saatnya pemerintahannya mendisiplinkan Bupati Tapteng, Tuani Lumbantombing,
yang diduga berada di balik PT NS.
SNPTT sendiri mencatat, perampasan tanah di Tapteng ada di tiga kecamatan,
yakni Manduamas, Sirandorung dan Andam Dewi, yang mencapai 6.000 hektar dan
merupakan lahan transmigran umum, non-transmigran, serta pengungsi Aceh (sejak)
tahun 1979. Sedangkan penyerobotan tanah ada di Kecamatan Sosorgadong dan
Sorkam Barat seluas 100 hektar.
Sementara di dua desa, Sitardas Lorong Aek Lobu
dan Simarlelan, masing-masing seluas 210 dan 600 hektar, diduga (juga)
dilakukan PT CPA.
Menurut Edi Simatupang, selama perjuangan rakyat menuntut hak-haknya itu untuk
dikembalikan, telah terjadi kekerasan dan pelanggaran hak azasi manusia (HAM).
Selain kasus pembunuhan terhadap Partahian Simanungkalit, kata Edi pula,
rumahnya juga pernah dibakar, sedangkan dia sendiri pun mengalami luka tikaman
oleh oknum preman. "Kami tetap akan berjuang demi hak-hak
masyarakat," katanya.
Dikatakan Edi pula, masyarakat juga menerima teror dengan pembakaran hasil
panen dan lahan milik warga, serta penjarahan terhadap 10 petani. Juga
disebutkan, telah terjadi kriminalisasi terhadap Pastor Martinus Rantinus
Manalu dan Ketua Kelompok Tani Desa Purba Tua, Robinson Tarihoran, hingga
adanya dugaan memecah-belah masyarakat dengan menghembuskan isu agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar