Minggu, 24 Januari 2010

Bupati Tapteng Bohongi Masyarakat

Tokoh masyarakat asal Tapteng, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkis ( Gepenta) Brigjen Pol ( Purn) Parasian Simanungkalit SH MH menilai, Bupati Tapteng Drs Tuani Lumbantobing cenderung membohongi masyarakat, karena proyek pembangunan yang direncanakan banyak yang tidak terealisasi, bahkan tidak diketahui dengan jelas bagaimana nasibnya. Sekurang-kurangnya, terdapat 11 permasalahan yang perlu dipertanyakan, padahal cukup besar anggaran yang dikeluarkan untuk itu.

“Saya baru saja pulang dari Bona Pasogit, dan selama tiga hari berada di Tapteng dan Sibolga. Dalam perbincangan dengan masyarakat, mereka sangat kecewa dan menyampaikan keluhan yang pada intinya merasa dibohongi Bupati Tapteng, karena proyek pembangunan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Brigjen Pol (Purn) Parasian Simanungkalit SH MH kepada wartawan di Jakarta.

Berdasarkan masukan yang diperolehnya dari masyarakat, Parasian Simanungkalit berkesimpulan, bahwa masyarakat Tapteng menilai, selain banyak proyek pembangunan yang terbengkalai (putus di tengah jalan), banyak pula jalan-jalan yang tidak terpelihara dengan baik. Masyarakat menilai pembangunan yang dilakukan seakan semu dan bermasalah di beberapa tempat, sehingga kurang membawa hasil untuk menumbuhkan roda perekonomian. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tidak banyak peningkatan sebagaimana diharapkan, bahkan sebaliknya masih banyak jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Dewasa ini topik yang berkembang adalah adanya upaya Pemkab Tapteng, cq Bupati Drs Tuani Lumbantobing untuk “mencaplok” tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat dan kemudian diserahkan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit, milik orang-orang tertentu. Menurutnya, sekurang-kurangnya ada 11 masalah yang perlu dipertanyakan, padahal anggaran yang dikeluarkan untuk itu cukup besar.

Pertama, pembukaan jalan dari Poriaha ke Rampah. Tampaknya, hanya sepanjang 1 KM dari Poriaha dan 1 KM dari Sitahuis yang diperkeras, sementara di tengah jalannya menjadi kubangan. Artinya, jalan tersebut belum layak dilalui kendaraan, baik roda dua, apalagi roda empat. Padahal, pembangunan jalan itu dimulai pada awal Tuani Lumbantobing menjabat Bupati Tapteng periode pertama, sekitar 8 tahun lalu.

Kedua, patung Anugerah di Bonandolok. Awalnya dipertontonkan sebagai bangunan yang megah untuk melambangkan kesatuan bagi agama-agama yang ada di daerah itu, tetapi kini tidak jelas lagi nasibnya, bahkan cenderung diabaikan.

Ketiga, pembangunan asarama Haji di Pinangsori, yang cenderung ditelantarkan.

Keempat, jalan raya, perbatasan Taput dengan Tapteng sampai ke Jalan Padang Sidempuan serta jalan dari Sibolga ke Barus, keandaannya rusak parah karena tidak ada pemeliharaan.

Kelima, Bandara Ferdinan Lumbantobing ( Pinang Sori), yang didengung-dengungkan akan dibangun sehingga bisa didarati pesawat Boeing, tampaknya hanya isapan jempol semata.

Keenam, jalan pemotong dari Aek Tolong ke Aek Horsik Tukka, sampai sekarang belum rampung, sehingga ditengarai hanya sekedar impian.

Ketujuh, terminal di Jalan Tukka kondisinya terkatung-katung, karena hanya awalnya seakan serius, tetapi hingga kini belum ada realisasinya.

Kedelapan, pembangunan PLTU Labuhan Angin, yang disebut-sebut bangunan multi year, namun kelihatannya hanya sebagai angin sorga. Menjadi tanda tanya besar, kapan selesainya, karena hingga saat ini jalan menuju lokasi PLTU tersebut belum juga diperbaiki.

Kesembilan, tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat, walaupun telah diusahai masyarakat sejak lama (dahulu kala), ada indikasi akan diambil alih oleh pemerintah Kabupaten untuk kemudian diserahkan ke perusahaan kebun kelapa sawit.

Kesepuluh, tanah Yayasan Wajar Hidup seluas 500 Ha, di Muara Kolang, yang telah mendapat rekomendasi dari Bupati Tapteng sebelumnya, kini ada usaha-usaha untuk mengambil alih melalui anggota masyarakat dan kemudian diserahkan ke perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Kesebelas, kebun Karet masyarakat di Purbatua Kecamatan Barus Utara, yang telah dimiliki masyarakat sejak dulu, kini timbul masalah baru. Ketika bibit dibantu oleh Pastor Keuskupan Sibolga, Pastor Rantinus Manalu, malah diadukan oleh Kepala Dinas Kehutanan Tapteng ke Polda Sumut atas perintah atau sepengetahuan Bupati Tapteng Tuani Lumbantobing.

Jadi, kata Parasian Simanungkalit, masyarakat sangat heran dan bertanya apa dan bagaimana sesungguhnya upaya Bupati Tapteng untuk kepentingan masyarakat, sebab terlalu banyak masalah yang dimanipulir. Sebaiknya, masyarakat jangan ditutup-tutupi dengan kata-kata yang indah, padahal kenyataan jauh dari apa yang sebenarnya.

Dia khawatir, kalau semakin banyak masalah dikhawatirkan akan timbul gejolak yang tidak diinginkan dan tidak perlu. Sebagai tokoh masyarakat asal Tapteng, kata Parasian, sesungguhnya ada perasaan yang kurang enak pada dirinya untuk menyampaikan keluhan masyarakat tersebut, karena pada periode pertama dan kedua, pemilihan Bupati Tapteng dia termasuk pendukung Tuani Lumbantobing.

“Sekarang, kini memang ada rasa penyesalan mendukungnya” ujar Parasian sembari menghimbau masyarakat agar dalam Pilkada Tapteng mendatang hendaknya lebih selektif untuk memilih calon Bupati.

Dia juga berpendapat, tidaklah tepat terjadi semacam mempertahankan dinasti di daerah Tapteng, karena dikhawatirkan akan memperpanjang kesulitan atau penderitaan masyarakat.

Menurut Parasian, pada saat jabatan Bupati Tapteng diserahkan Panusunan Pasaribu kepada Tuani Lumbantobing sekitar delapan tahun lalu, hampir semua jalan-jalan di daerah itu masih bagus atau terpelihara dengan baik. Tetapi, selama kurun waktu beberapa tahun terakhir ini tampaknya tidak ada perbaikan atau pemeliharaan jalan dan tidak ada pembangunan baru yang signifikan. Artinya, pembangunan tidak sampai pada penyelesaian. Tidak jelas apakah pembangunanya direncanakan, dua tahun, tiga tahun atau lima tahun. Pembangunan jalan baru dari Poriaha ke Sorkam misalnya, sampai sekarang ini tidak layak pakai karena pembangunannya tidak dilanjutkan. Hanya awalnya saja menggebu-gebu, tetapi tidak ada kelanjutan.

Parasian Simanungkalit menyatakan, keluhan masyarakat yang diterimanya, semuanya akan disampaikan kepada DPRD Tapteng, dengan harapan bisa dipertanyatakan dalam kesempatan Rapat Kerja ( Raker) antara DPRD dengan Bupati Tapteng. Hanya saja dia masih berpikir, apakah masalah itu disampaikan kepada DPRD yang lama atau DPRD yang baru terpilih, yang hingga sekarang ini belum dilantik, walaupun sudah lama terpilih. Dalam surat yang akan disampaikan ke DPRD Tapteng, juga akan dipertanyakan mengapa pembangunan begitu sulit di daerah Kabupaten Tapteng. (sumber:SIB,18/1/2010, J1/d)

1 komentar:

  1. MEMANG MANUSIA INI MANUSIA SETAN.... PENIPU... GAK PUNYA MORAL... SEMOGA KETURUNANNYA JUGA DIENYAHKAN DARI BUMI TAPTENG INI

    BalasHapus