Tokoh masyarakat asal Tapteng, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional
Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran dan Anarkis ( Gepenta) Brigjen
Pol ( Purn) Parasian Simanungkalit SH MH menilai, Bupati Tapteng Drs Tuani
Lumbantobing cenderung membohongi masyarakat, karena proyek pembangunan yang
direncanakan banyak yang tidak terealisasi, bahkan tidak diketahui dengan jelas
bagaimana nasibnya. Sekurang-kurangnya, terdapat 11 permasalahan yang perlu
dipertanyakan, padahal cukup besar anggaran yang dikeluarkan untuk itu.
“Saya baru saja pulang dari Bona Pasogit, dan selama tiga hari berada di
Tapteng dan Sibolga. Dalam perbincangan dengan masyarakat, mereka sangat kecewa
dan menyampaikan keluhan yang pada intinya merasa dibohongi Bupati Tapteng,
karena proyek pembangunan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan,” kata
Brigjen Pol (Purn) Parasian Simanungkalit SH MH kepada wartawan di Jakarta.
Berdasarkan masukan yang diperolehnya dari masyarakat, Parasian Simanungkalit
berkesimpulan, bahwa masyarakat Tapteng menilai, selain banyak proyek
pembangunan yang terbengkalai (putus di tengah jalan), banyak pula jalan-jalan
yang tidak terpelihara dengan baik.
Masyarakat menilai pembangunan yang dilakukan seakan semu dan bermasalah di
beberapa tempat, sehingga kurang membawa hasil untuk menumbuhkan roda
perekonomian. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tidak banyak peningkatan
sebagaimana diharapkan, bahkan sebaliknya masih banyak jumlah masyarakat yang
hidup di bawah garis kemiskinan.
Dewasa ini topik yang berkembang adalah adanya upaya Pemkab Tapteng, cq Bupati
Drs Tuani Lumbantobing untuk “mencaplok” tanah masyarakat yang tidak memiliki
sertifikat dan kemudian diserahkan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit,
milik orang-orang tertentu.
Menurutnya, sekurang-kurangnya ada 11 masalah yang perlu dipertanyakan, padahal
anggaran yang dikeluarkan untuk itu cukup besar.
Pertama, pembukaan jalan dari Poriaha ke Rampah. Tampaknya, hanya sepanjang 1
KM dari Poriaha dan 1 KM dari Sitahuis yang diperkeras, sementara di tengah
jalannya menjadi kubangan. Artinya, jalan tersebut belum layak dilalui
kendaraan, baik roda dua, apalagi roda empat. Padahal, pembangunan jalan itu
dimulai pada awal Tuani Lumbantobing menjabat Bupati Tapteng periode pertama,
sekitar 8 tahun lalu.
Kedua, patung Anugerah di Bonandolok. Awalnya dipertontonkan sebagai bangunan
yang megah untuk melambangkan kesatuan bagi agama-agama yang ada di daerah itu,
tetapi kini tidak jelas lagi nasibnya, bahkan cenderung diabaikan.
Ketiga, pembangunan asarama Haji di Pinangsori, yang cenderung ditelantarkan.
Keempat, jalan raya, perbatasan Taput dengan Tapteng sampai ke Jalan Padang
Sidempuan serta jalan dari Sibolga ke Barus, keandaannya rusak parah karena
tidak ada pemeliharaan.
Kelima, Bandara Ferdinan Lumbantobing ( Pinang Sori), yang didengung-dengungkan
akan dibangun sehingga bisa didarati pesawat Boeing, tampaknya hanya isapan
jempol semata.
Keenam, jalan pemotong dari Aek Tolong ke Aek Horsik Tukka, sampai sekarang
belum rampung, sehingga ditengarai hanya sekedar impian.
Ketujuh, terminal di Jalan Tukka kondisinya terkatung-katung, karena hanya
awalnya seakan serius, tetapi hingga kini belum ada realisasinya.
Kedelapan, pembangunan PLTU Labuhan Angin, yang disebut-sebut bangunan multi
year, namun kelihatannya hanya sebagai angin sorga. Menjadi tanda tanya besar,
kapan selesainya, karena hingga saat ini jalan menuju lokasi PLTU tersebut
belum juga diperbaiki.
Kesembilan, tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat, walaupun telah
diusahai masyarakat sejak lama (dahulu kala), ada indikasi akan diambil alih
oleh pemerintah Kabupaten untuk kemudian diserahkan ke perusahaan kebun kelapa
sawit.
Kesepuluh, tanah Yayasan Wajar Hidup seluas 500 Ha, di Muara Kolang, yang telah
mendapat rekomendasi dari Bupati Tapteng sebelumnya, kini ada usaha-usaha untuk
mengambil alih melalui anggota masyarakat dan kemudian diserahkan ke perusahaan
perkebunan kelapa sawit.
Kesebelas, kebun Karet masyarakat di Purbatua Kecamatan Barus Utara, yang telah
dimiliki masyarakat sejak dulu, kini timbul masalah baru. Ketika bibit dibantu
oleh Pastor Keuskupan Sibolga, Pastor Rantinus Manalu, malah diadukan oleh
Kepala Dinas Kehutanan Tapteng ke Polda Sumut atas perintah atau sepengetahuan
Bupati Tapteng Tuani Lumbantobing.
Jadi, kata Parasian Simanungkalit, masyarakat sangat heran dan bertanya apa dan
bagaimana sesungguhnya upaya Bupati Tapteng untuk kepentingan masyarakat, sebab
terlalu banyak masalah yang dimanipulir. Sebaiknya, masyarakat jangan
ditutup-tutupi dengan kata-kata yang indah, padahal kenyataan jauh dari apa
yang sebenarnya.
Dia khawatir, kalau semakin banyak masalah dikhawatirkan akan
timbul gejolak yang tidak diinginkan dan tidak perlu.
Sebagai tokoh masyarakat asal Tapteng, kata Parasian, sesungguhnya ada perasaan
yang kurang enak pada dirinya untuk menyampaikan keluhan masyarakat tersebut,
karena pada periode pertama dan kedua, pemilihan Bupati Tapteng dia termasuk
pendukung Tuani Lumbantobing.
“Sekarang, kini memang ada rasa penyesalan mendukungnya” ujar Parasian sembari
menghimbau masyarakat agar dalam Pilkada Tapteng mendatang hendaknya lebih
selektif untuk memilih calon Bupati.
Dia juga berpendapat, tidaklah tepat
terjadi semacam mempertahankan dinasti di daerah Tapteng, karena dikhawatirkan
akan memperpanjang kesulitan atau penderitaan masyarakat.
Menurut Parasian, pada saat jabatan Bupati Tapteng diserahkan Panusunan
Pasaribu kepada Tuani Lumbantobing sekitar delapan tahun lalu, hampir semua
jalan-jalan di daerah itu masih bagus atau terpelihara dengan baik.
Tetapi, selama kurun waktu beberapa tahun terakhir ini tampaknya tidak ada
perbaikan atau pemeliharaan jalan dan tidak ada pembangunan baru yang
signifikan. Artinya, pembangunan tidak sampai pada penyelesaian. Tidak jelas
apakah pembangunanya direncanakan, dua tahun, tiga tahun atau lima tahun.
Pembangunan jalan baru dari Poriaha ke Sorkam misalnya, sampai sekarang ini
tidak layak pakai karena pembangunannya tidak dilanjutkan. Hanya awalnya saja
menggebu-gebu, tetapi tidak ada kelanjutan.
Parasian Simanungkalit menyatakan, keluhan masyarakat yang diterimanya,
semuanya akan disampaikan kepada DPRD Tapteng, dengan harapan bisa
dipertanyatakan dalam kesempatan Rapat Kerja ( Raker) antara DPRD dengan Bupati
Tapteng. Hanya saja dia masih berpikir, apakah masalah itu disampaikan kepada
DPRD yang lama atau DPRD yang baru terpilih, yang hingga sekarang ini belum
dilantik, walaupun sudah lama terpilih.
Dalam surat yang akan disampaikan ke DPRD Tapteng, juga akan dipertanyakan mengapa
pembangunan begitu sulit di daerah Kabupaten Tapteng. (sumber:SIB,18/1/2010, J1/d)
MEMANG MANUSIA INI MANUSIA SETAN.... PENIPU... GAK PUNYA MORAL... SEMOGA KETURUNANNYA JUGA DIENYAHKAN DARI BUMI TAPTENG INI
BalasHapus